Memperdaya Wanita Cantik Berjilbab


Sejak kepindahan kost ku ke daerah Depok, aku bertetangga dengan keluarga Pak Sukarta. Pegawai Pemda DKI ini tinggal bersama istrinya dan menantunya yang biasa dipanggil Teh Euis oleh para tetangga lainnya (teh atau teteh artinya kakak perempuan dalam bahasa sunda, digunakan untuk memanggil perempuan muda, sama seperti mbak dalam bahasa jawa)
Teh Euis yang telah mempunyai anak dua itu tinggal bersama mertuanya, karena suaminya mencari nafkah ke Qatar hampir setahun yang lalu. Usia Teh Euis aku taksir sekitar 30 tahunan, atau tepatnya 37 tahun ketika aku tak sengaja mendengar salah seorang ibu tetangga menanyakan usia menantu Pak Sukarta ini.
Satu hal yang menarik dari menantu Pak Sukarta ini adalah pakaian yang dikenakannya sehari hari. Ibu muda ini selalu berpakaian menutup rapat sekujur tubuhnya kecuali wajahnya dan telapak tangannya. Ibu Muda beranak dua ini selalu kulihat memakai jilbab yang lebar dan pakaian yang panjang longgar hingga mata kaki, bahkan sepasang kakinya selalu kulihat memakai kaos kaki kadangkala berwarna krem atau putih. Sebenarnya aku tidak terlalu memperdulikan menantu Pak Sukarta yang kelihatan alim itu, namun kalau aku berangkat kuliah, aku sering ketemu Teh Euis pulang dari belanja di pasar. Setiap kali bertemu, Teh Euis selalu menyapaku ramah dan melempar senyum manisnya yang membuat aku menyadari Teh Euis mempunyai paras wajah yang cantik. Wajah wanita tetanggaku yang selalu terbalut jilbab lebar ini mirip sekali dengan aktris Marissa Haque.
Satu setengah bulan sudah aku kost di Depok, dan kadang kala aku berpikiran tentang Teh Euis yang cantik itu. Apakah Teh Euis tidak merasa kesepian ditinggal begitu lama oleh suaminya, namun melihat Teh Euis yang alim itu aku nggak berani berpikir kotor kepada wanita ini.”
Keindahan yang tersembunyi” gumamku kalau mengingat Teh Euis yang berwajah mirip aktris Marissa Haque, namun tubuhnya selalu tersembunyi dalam pakaian dan jilbab panjangnya yang rapat.
Tubuh Teh Euis pun kulihat cukup tingi untuk ukuran wanita, aku pernah melihat ibu muda ini sama tinggi dengan Pak Sukarta ketika dia berjalan bersama mertuanya, dan aku tahu tinggi mertua Teh Euis ini 165 cm, berarti tinggi Teh Euis juga 165 cm.
Senja itu aku baru pulang dari praktikum kimia. Hari sudah mulai gelap, termasuk daerah di sekitar kostku. Waktu aku lewat di samping rumah Pak Sukarta, aku melewati salah satu jendela di rumah Pak Sukarta yang memang sedang diperbaiki. Mungkin karena sedang diperbaiki, jendela itu tidak tertutup sempurna. Aku melihat ada beberapa lubang kecil pada jendela yang tengah diperbaiki itu dari sinar lampu dalam rumah yang keluar lewat lubang-lubang kecil itu.
Melihat lubang-lubang kecil itu timbul rasa isengku untuk mengintip ke dalam. Dengan hati-hati aku segera menempelkan mataku pada lubang-lubang kecil tersebut, beberapa saat kemudian aku menemukan lubang yang cukup besar untuk mengintip. Ternyata jendela tersebut adalah jendela sebuah kamar, entah kamar siapa.
Beberapa saat aku mengintip melalui lubang tersebut, namun keadaan kamar yang terang benderang itu terlihat sepi. Ketika aku hendak mengakhiri aktivitas mengintipku, tiba-tiba aku melihat pintu kamar itu terbuka dan aku lihat seorang masuk ke dalam kamar. Aku belum begitu jelas siapa orang itu, namun setelah orang itu sampai ke tempat yang lebih terang aku baru melihat ternyata orang tersebut adalah seorang wanita muda. Agaknya wanita itu baru selesai mandi ketika aku melihat rambut panjang ikalnya yang basah serta handuk yang melilit tubuhnya. Sesaat aku heran, karena aku tak mengenal dan tak pernah melihat perempuan berkulit putih ini sebelumnya
Namun sekejap kemudian darahku terkesiap ketika aku mengamati wajah perempuan ini lebih seksama.
“Teh Euis!!” desisku tertahan.
Wajah cantik Teh Euis yang mirip Marissa Haque teramat mudah dikenali. Tubuhku sesaat menggigil menyadari perempuan yang tengah kuintip ini adalah Teh Euis yang alim berjilbab itu. Aku tak pernah melihat tubuhnya kecuali hanya wajahnya yang terbalut jilbab lebar serta telapak tangannya yang putih terlihat halus. Namun saat ini perempuan berjilbab itu aku lihat hanya berlilitkan handuk pada tubuhnya. Mendadak timbul keinginanku untuk mengintip Teh Euis yang agaknya hendak berganti pakaian setelah dia mandi.
Dengan berdebar-debar aku berusaha lebih jelas melihat melalui lubang kecil tersebut, namun aku harus kecewa karena dari lubang pengintip itu, aku hanya mampu melihat tubuh Teh Euis sampai dari kepala sampai ke pinggangnya karena pandangan dari sebagian lubang pengintip itu memang tertutup sebuah lemari buku. Walaupun hanya sebagian tubuh Teh Euis yang terlihat, tubuhku sudah menggigil menahan birahi. Mataku membuka lebar-lebar ketika aku lihat Teh Euis melepas handuk putih yang melilit tubuhnya. Aku yakin tubuh menantu Pak Sukarta saat ini telanjang bulat. Sayangnya aku hanya mampu melihat dari kepalanya hingga ke pinggangnya.
Aku menelan ludah berkali-kali melihat keindahan tubuh Teh Euis yang terlihat lewat lubang pengintip. Mataku lekat menatap leher jenjang ibu muda ini yang terlihat mulus menggiurkan, lantas mataku menyusuri ke bawah hingga kulihat sepasang buah dada Teh Euis yang telanjang. Nafasku mulai terengah dan kemaluanku pun mulai tegang ketika mataku lekat di dada Teh Euis. Sepasang payudara ibu muda yang cukup montok ini masih terlihat kencang, walaupun tidak sekencang payudara seorang perawan. Kulitnya yang putih mulus dengan puting susu yang kecoklatan membuat buah dada Teh Euis terlihat menggiurkan dan membangkitkan birahiku.
Namun aku hanya mampu menikmati keindahan payudara Teh Euis saja, karena ketika mataku menyusuri ke bawah payudaranya, lemari buku sialan itu menghalangi pandanganku, padahal aku tahu Teh Euis tengah telanjang bulat saat ini. Nafasku terengah-engah melihat Teh Euis yang kemudian mengenakan BH untuk menutupi sepasang buah dadanya yang sedang menjadi santapan mataku. Aku mengakhiri keasyikanku ketika Teh Euis telah mengenakan pakaian, sebuah jubah panjang berbunga-bunga. Akhirnya aku kembali ke tempat kostku yang terletak di samping rumah Pak Sukarta dengan birahi yang memuncak.
Rasa seganku kepada Teh Euis yang berjilbab itu berganti rasa birahi yang meTetehar. Ketika aku di kamar, aku mengocok kemaluanku sembari membayangkan kedua buah dada Teh Euis kulihat telanjang tadi. Aku membayangkan yang sedang mengocok-ngocok kemaluanku adalah tangan Teh Euis dengan dada montoknya yang telanjang… mmm.. aku cuma bisa mendesah-desah dan menggigit bibirku menahan nikmat, sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatanku ketika tubuhku bergetar hebat disertai muncratnya air mani kental dari ujung penisku dan eranganku menyebut nama wanita tetanggaku itu, membayangkan keindahan yang kuintip tadi.

***

“Ohhhh.. mmm.. ahhhh… sshhhh.. The Euuuiiis… ahhhhh.. enaaaaakkkk.. ahhhhhhh!!!” desahku di di ujung kenikmatanku sebelum aku tergeletak lemas.
Sejak saat itu rasa seganku kepada wanita berjilbab ini lenyap justru aku selalu membayangkan tubuh Teh Euis dalam onaniku. Aku mengkhayalkan keindahan tubuh di balik pakaian jubah panjang dan jilbab lebar yang selalu dikenakan ibu beranak dua ini. Setiap kali aku ketemu Teh Euis dalam jilbab lebar dan jubah panjangnya, mataku lekat menatap sekujur tubuhnya sementara benakku membayangkan tubuh di balik pakaian yang menutup rapat tubuhnya itu. Beberapa kali aku menelan ludah melihat cetakan garis BH dan sekan-akan kulihat belahan buah dada yang montok itu di dada yang tertutup jilbab lebar itu.
Akupun sekarang senang mengamati Teh Euis ketika dia menyapu halaman rumahnya saat sore hari. Melalui sela-sela jendela kamar kostku, aku melihat Teh Euis tengah membungkuk menyapu. Pinggulnya yang terbungkus jubah pakaiannya nampak menggiurkan. Aku berulangkali menelan ludah ketikat melihat celana dalam yang dipakai Teh Euis tercetak jelas pada jubahnya saat dia membungkuk untuk menyapu. Belahan pantatnya pun samar terlihat membuatku jakunku naik turun menahan getaran birahi. Rasa-rasanya aku ingin menyingkap jubah yang dipakai Teh Euis ke atas, sehingga aku dapat melihat pantatnya yang montok itu. Namun aku hanya mampu membayangkan saja yang kemudian diakhiri dengan onani.
Hampir seminggu sejak aku pertama kali aku mengintip Teh Euis yang membuatku akhirnya menyimpan birahi kepada wanita berjilbab tetanggaku itu. Rasa penasaranku bercampur birahi untuk melihat tubuh Teh Euis di balik pakaiannya yang rapat kian menggebu. Aku selalu mencari celah untuk mengintipnya seperti seminggu lalu, namun ternyata tak ada sebuah lubang apapun di rumahnya untukku dapat mengintipnya dalam keadaan tak berjilbab dan berjubah itu.
Ternyata aku hanya punya kesempatan mengintip sekali itu, karena jendela itu selesai diperbaiki sehari setelah aku mengintip melalui lubang-lubang pada jendela yang rusak itu dan aku tak melihat ada celah untuk mengintip Teh Euis lagi. Sampai siang itu. Faiz, anak pertama Teh Euis yang sering bermain ke tempat kostku, tertidur di kamar kostku setelah dia lelah bermain. Aku biarkan bocah laki-laki yang baru berusia 4 tahun ini lelap dalam tidurnya, sementara aku mengutak-atik komputer yang kebetulan rusak di kamarku. Setelah mengutak atik komputerku beberapa saat, aku harus membeli beberapa kabel baru. Ketika aku melangkah ke arah pintu berniat membeli kabel-kabel itu, aku mendengar ketukan dan suara salam seorang wanita di pintu. Akupun membuka pintu seraya menjawab salam, dan aku tertegun ketika ternyata Teh Euis yang ada di depan pintu kostku dengan wajah pucat dan terlihat lelah.
Siang ini dia mengenakan jilbab putih lebar dengan jubah biru bermotif bunga serta kaus kaki krem yang membungkus kedua kakinya.
“Maaf dik.. lihat Faiz anak saya, nggak? Saya sudah kemana-mana mencarinya namun nggak ada.” tanya Teh Euis terdengar cemas.
Aku tersenyum mendengar kecemasannya
Akupun sekarang senang mengamati Teh Euis ketika dia menyapu halaman rumahnya saat sore hari. Melalui sela-sela jendela kamar kostku, aku melihat Teh Euis tengah membungkuk menyapu. Pinggulnya yang terbungkus jubah pakaiannya nampak menggiurkan. Aku berulangkali menelan ludah ketikat melihat celana dalam yang dipakai Teh Euis tercetak jelas pada jubahnya saat dia membungkuk untuk menyapu. Belahan pantatnya pun samar terlihat membuatku jakunku naik turun menahan getaran birahi. Rasa-rasanya aku ingin menyingkap jubah yang dipakai Teh Euis ke atas, sehingga aku dapat melihat pantatnya yang montok itu. Namun aku hanya mampu membayangkan saja yang kemudian diakhiri dengan onani.
Hampir seminggu sejak aku pertama kali aku mengintip Teh Euis yang membuatku akhirnya menyimpan birahi kepada wanita berjilbab tetanggaku itu. Rasa penasaranku bercampur birahi untuk melihat tubuh Teh Euis di balik pakaiannya yang rapat kian menggebu. Aku selalu mencari celah untuk mengintipnya seperti seminggu lalu, namun ternyata tak ada sebuah lubang apapun di rumahnya untukku dapat mengintipnya dalam keadaan tak berjilbab dan berjubah itu.
Ternyata aku hanya punya kesempatan mengintip sekali itu, karena jendela itu selesai diperbaiki sehari setelah aku mengintip melalui lubang-lubang pada jendela yang rusak itu dan aku tak melihat ada celah untuk mengintip Teh Euis lagi. Sampai siang itu. Faiz, anak pertama Teh Euis yang sering bermain ke tempat kostku, tertidur di kamar kostku setelah dia lelah bermain. Aku biarkan bocah laki-laki yang baru berusia 4 tahun ini lelap dalam tidurnya, sementara aku mengutak-atik komputer yang kebetulan rusak di kamarku. Setelah mengutak atik komputerku beberapa saat, aku harus membeli beberapa kabel baru. Ketika aku melangkah ke arah pintu berniat membeli kabel-kabel itu, aku mendengar ketukan dan suara salam seorang wanita di pintu. Akupun membuka pintu seraya menjawab salam, dan aku tertegun ketika ternyata Teh Euis yang ada di depan pintu kostku dengan wajah pucat dan terlihat lelah.
Siang ini dia mengenakan jilbab putih lebar dengan jubah biru bermotif bunga serta kaus kaki krem yang membungkus kedua kakinya.
“Maaf dik.. lihat Faiz anak saya, nggak? Saya sudah kemana-mana mencarinya namun nggak ada.” tanya Teh Euis terdengar cemas.
Aku tersenyum mendengar kecemasannya
“Ada kok Teteh, lagi tidur di kamar saya”.
Teh Euis menarik nafas dalam-dalam
“Syukurlah… biar saya ambil sekarang “
“Silahkan, Teh” kataku seraya melangkah masuk dikuti wanita berjilbab ini, mataku sempat melirik ke dada Teh Euis yang montok, membuat kembali terbayang kemulusan buah dada montok yang telanjang di dada ibu muda ini saat kuintip seminggu lalu. Aku menelan ludah melihat dada Teh Euis yang tertutup jilbab putih lebar itu, terlihat begitu montok menggiurkan.
“Tuh.. masih tidur” kataku sambil menunjuk Faiz yang tengah lelap diatas tempat tidurku.
Sesaat wajah cantik Teh Euis tampak bimbang melihat anak pertamanya itu lelap dalam tidurnya.
“Mungkin saya nitip anak saya dulu dik.. kasian kayaknya dia lelap sekali tidurnya, nanti sore saya ambil..” desisnya lirih.
Aku tersenyum mengangguk, tapi sedetik kemudian aku ingat aku harus membeli kabel buat komputerku.
“Nggak papa Teteh, tapi sebentar aku mau pergi beli kabel, boleh aku minta Teteh disini dulu sebentar ?” tanyaku. “Sampai aku kembali”
Teh Euis tersenyum lantas mengangguk, namun wajah cantiknya tampak kuyu letih.
“Mm.. Teh Euis kayaknya letih yah.. biar aku buatkan minum buat Teh Euis sebentar, Teteh khan tamu di rumah ini, apalagi baru pertamakali berkunjung,” kataku spontan.
Wajah yang terbalut jilbab putih lebar itu tersenyum
“Terserah adik.. Teteh memang haus”
Tak berapa lama kemudian, aku mengambil sebuah gelas yang aku tuangi dengan syrup ABC jeruk serta air dingin dari kulkas.
Ketika aku tengah mengaduk minuman untuk Teh Euis, mataku menangkap beberapa bahan kimiawi praktikum di mejaku. Aku tahu beberapa bahan kimia itu mempunyai efek sebagai obat tidur. Sesaat aku merasa bimbang ketika timbul keinginanku untuk mencampur minuman untuk Teh Euis dengan bahan kimiawi tersebut. Aku berhenti mengaduk, mataku melirik Teh Euis yang tengah duduk di karpet ruang tamu sambil membaca sebuah majalah komputer milikku. Wajah cantik yang terbalut jilbab itu begitu mempesona, apalagi ketika kulihat ternyata ujung pakaian jubahnya agak tertarik ke atas tanpa di sadarinya, membuat salah satu betisnya terlihat nyaris separuhnya.
Walaupun betis Teh Euis saat ini terbalut kaus kaki krem, namun betis yang terlihat nyaris separuh itu terlihat begitu indah dan keindahan apalagikah ketika ujung jubah itu kian tertarik ke atas.. tanpa sadar aku menelan ludah membayangkannya, apalagi ketika teringat keindahan buah dada Teh Euis yang pernah kulihat telanjang, membuat otakku kian dipenuhi birahi terhadap wanita berjilbab yang kini duduk di karpet ruang tamu kost.
Akhirnya tanpa ragu aku mencampurkan bahan kimia itu ke dalam minuman dingin untuk Teh Euis, cukup untuk membuat wanita ini terlelap.
“Silakan diminum Teh.. aku pergi beli kabel sebentar..” kataku dengan dada berdebar-debar.
Teh Euis tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, namun dia terlihat agak gugup ketika tahu mataku tengah memperhatikan betisnya yang tersingkap nyaris separuh itu.
“Terima kasih dik.. ngerepotin aja” kata Teh Euis sembari membenahi ujung jubahnya yang tertarik ke atas dengan sedikit tergesa, sehingga betis itu kembali tertutup.
Aku tersenyum penuh arti ketika tangan Teh Euis membenahi ujung jubahnya dengan sedikit gugup dan wajah yang bersemu merah.
Beberapa saat kemudian Honda GL ku meluncur meninggalkan tempat kostku. Tak sampai 15 menit kemudian aku pun kembali. Jantungku berdegup kencang ketika aku memarkirkan sepeda motorku di teras, lantas aku membuka pintu dengan tergesa-gesa. Aku nyaris terlonjak dengan jantung berdegup kian kencang ketika mataku menatap ke ruang tamu kostku yang hanya berlapis karpet biru itu. Mataku terbelalak melihat Teh Euis ternyata telah tergeletak pulas di atas karpet ruang tamu.
“Hahaha.. ternyata bahan kimia itu bekerja baik” kataku sambil mendekati tubuh Teh Euis yang tergeletak pulas, sementara gelas minuman yang kuberikan untuknya terlihat kosong, tanpa setitik air di dalamnya.
Aku tersenyum penuh nafsu, memandang wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat pulas terlentang di atas karpet ruang tamu kostku. Dengan jantung berdegup kian kencang aku menghampiri Teh Euis, lantas berlutut di sampingnya. Mataku lekat menatap wajah Teh Euis yang mirip artis Marissa Haque ini. Wajah cantik berbalut jilbab putih lebar itu kian terlihat cantik saat pulas tertidur membuatku kian bernafsu.
Kemudian mataku menatap dadanya yang naik turun dengan teratur seiring nafasnya. Sepasang buah dada montok yang tertutup jilbab putih lebar itu membuatku menelan ludah, sehingga sesaat kemudian tanganku terulur menjamahnya. Aku merasa bermimpi ketika tanganku dengan sedikit gemetar meraba-raba bukit montok di dada Teh Euis yang masih tertutup jilbab lebar itu.
“Ohh.. montoknya” desisku dengan nafas mulai tersengal, lantas sedetik kemudian tanganku mulai meremas buah dada Teh Euis yang masih tertutup jilbab putih yang lebar itu.
Aku nyaris tak percaya kalau siang ini aku dapat meremas dada montok wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat alim it.
“Ohh.. Teh Euis…….!!” desahku ketika kemudian tanganku meremas-remas sepasang payudara kenyal di dada ibu muda beranak dua ini.
Semakin lama tanganku kian liar meremas buah dada Teh Euis membuat jilbab putih yang dikenakannya kusut tak karuan. Tanganku kemudian menyingkapkan jilbab putih yang menutupi dada montok itu ke atas. Aku tersenyum ketika aku melihat tiga kancing pada bagian atas jubah yang dipakai ibu muda ini. Tanganku terasa gemetar ketika jemariku meraih tiga buah kancing yang rapat itu, lantas mulai membukanya satu persatu. Perlahan-lahan kulit mulus di dada Teh Euis yang putih mulai terlihat merangsang birahiku. Jakunku naik turun dengan dada yang berdegup kian kencang. Birahiku kian liar bergolak, ketika tanganku semakin lebar menyingkap bagian atas jubah Teh Euis yang terbuka itu.
Belahan payudara Teh Euis yang montok itu membuatku kemaluanku kian mengeras dan mataku seakan tak berkedip melihat keindahan di dada wanita berjilbab ini. Mataku pun mulai melihat, BH warna krem yang membungkus sepasang payudara Teh Euis, saat aku menyingkapkan semakin lebar bagian dada jubah yang dipakai wanita berjilbab ini.
Kemudian jubah yang dipakai Teh Euis aku tarik ke bawah sehingga bagian atasnya tertarik kebawah melewati pundaknya, maka tersembullah sepasang buah dada Teh Euis yang montok dan mulus menggiurkan. Buah dada Teh Euis itu masih ketat terbungkus bh warna krem yang dikenakan wanita berjilbab ini.
“Ooohh.. Teh Euis… montoknya” desisku sambil menahan birahi yang kian menggelegak.
Mataku liar melihat gundukan buah dada Teh Euis yang masih tertutup BH warna krem. Kemudian dengan nafsu yang kian menggelegak, tanganku menarik cup BH itu ke atas yang membuat buah dada ibu muda ini tak tertutup lagi.
“Glek.. ohh.. Teh Euis….” desahku menahan birahi melihat payudara Teh Euis yang kini telanjang didepannya.
Payudara telanjang di dada wanita berjilbab ini begitu indah bentuknya. Walaupun Teh Euis telah beranak dua, namun sepasang buah dadanya masih terlihat kencang. Kulit Teh Euis yang putih mulus dan puting susu kecoklatan yang terlihat mulai tegak membuat buah dada wanita berjilbab ini kian menggiurkan nafsuku.
Dengan gemetar tanganku mencoba menjamah buah dada ibu muda berjilbab ini. Aku seakan tak percaya mampu menjamah payudara seorang wanita alim seperti Teh Euis, yang sehari-hari kulihat selalu menutup rapat sekujur tubuhnya dengan jilbab yang lebar dan jubah panjang yang longgar. Namun ketika tanganku merasakan kehangatan dan kekenyalan payudara Teh Euis yang montok, tubuhku mengigil menahan birahi kian menggelegak. Kemudian dengan penuh nafsu tanganku mulai meremas-remas payudara montok yang telanjang itu. Sepasang payudara yang selama ini tersembunyi di balik jubah dan jilbab lebar yang selalu dikenakan Teh Euis kali ini ada dalam remasanku yang kian liar.
“Mmm.. teteeeh… mmmm…” desisku sembari mempermainkan puting susu kecoklatan di dada Teh Euis dengan jari-jariku.
Aku merasakan puting susu ibu muda yang aku pelintir ini kian terasa tegak dan mengerasi. Nafasku memburu jalang, tubuhku menggigil menahan birahi menggelegak ketika tanganku bermain di dada telanjang wanita berjilbab ini. Beberapa lama aku meremas-remas buah dada Teh Euis yang telanjang itu dengan tanganku, sebelum aku mulai menjilati payudara wanita berjilbab itu dengan lidahku dan menciuminya penuh nafsu.
Aku merasakan sepasang buah dada Teh Euis yang telanjang itu kian kencang mengeras ketika aku menciuminya dan menjilatinya, bahkan ketika aku mengulum puting susu yang kecoklatan itu aku sempat terkejut oleh rintihan dari mulut Teh Euis. Aku menatap wajah Teh Euis yang masih terbalut jilbab putihnya itu, namun aku lihat wajahnya masih lelap dalam tidurnya hanya bibirnya memang mulai mendesah dan mengerang.
“Oohhh.. Teh Euis mulai terangsang…” desisku melihat keadaan wanita berjilbab ini.
Desahan yang keluar dari bibir Teh Euis membuatku nafsu birahiku kian liar. Mulutku kian liar menciumi dan menjilati payudara telanjang di dada wanita berjilbab ini. Puting susu yang kecoklatan itu aku kulum dan aku hisap dengan bibir dan mulutku, membuat desahan Teh Euis kian sering terdengar. Birahiku semakin terasa menggelegak jalang mendengar rintihan dan desahan wanita berjilbab ini. Sempat terbayang beberapa hari lalu, Teh Euis terlihat begitu anggun dengan jubah dan jilbab lebarnya. Waktu itu aku hanya menelan ludah melihat tonjolan montok di dada yang tertutup jilbab lebar itu. Namun saat ini, payudara wanita berjilbab itu dapat aku nikmati sepuas birahiku.
Cukup lama aku memuaskan nafsuku pada kedua payudara montok Teh Euis yang telanjang tanpa penutup itu. Aku melihat Teh Euis semakin jalang mendesah dan merintih dalam tidurnya tiap kali aku menghisap dan menjilati dan menciumi kedua buah dadanya yang montok mengiurkan itu. Gila..baru pertama kali ini aku melihat seorang wanita berjilbab merintih begitu jalang dan liar, oleh birahi yang mencengkeramnya.
Setelah aku puas dengan payudara Teh Euis, mataku beralih menatap bagian bawah tubuh ibu muda berjilbab ini. Aku melihat walaupun beberapa kali, Teh Euis menggeliat dan mengejang menahan rangsangan birahi dariku, namun ujung jubah yang dikenakan Teh Euis tidak sampai tersingkap, bagian bawah Teh Euis masih rapi tertutup oleh jubah panjang yang dipakainya sehingga hanya terlihat kakinya yang terbungkus kaus kaki warna krem.
Sesaat terbayang dalam benakku, rasa penasaranku selama ini yang membuatku ingin menyingkap jubah yang dipakai Teh Euis. Perlahan kemudian aku mendekati kaki Teh Euis yang masih tertutup jubah yang dipakainya. Dengan sedikit gemetar, tanganku terulur menyingkap jubah biru kembang yang dipakai Teh Euis dengan. Jantungku berdegup kencang ketika jubah itu mulai aku singkap ke atas, mataku mulai melihat sepasang betis Teh Euis yang indah bentuknya. Sepasang betis yang indah ini masih terbungkus kaus kaki warna krem yang agak tipis.
Tanganku semakin gemetar ketika ujung jubah biru itu aku singkap semakin ke atas menyusuri kaki Teh Euis. Mataku kian membesar melihat ujung jubah yang tengah aku tarik ke atas itu mulai melewati lutut wanita berjilbab ini. Aku baru tahu,ternyata kaos kaki katun yang dipakai Teh Euis cukup panjang, hampir seluruh betisnya tertutup oleh kaus kaki krem yang dipakainya. Nafasku kian mendengus kasar menahan nafsu birahiku saat ujung jubah itu aku singkap ke atas melewati kedua lututnya, dan mataku nyaris tak berkedip melihat keindahan yang terpampang dibalik jubah yang aku singkap semakin ke atas.
Akhirnya ujung jubah biru yang semula rapat menutup tubuh ibu muda ini tersingkap hingga ke pinggangnya. Sepasang kaki wanita berjilbab itu kini tidak lagi tertutup jubah panjang itu.
“Ohh.. Teh Euis..” desisku dengan mata nyaris tak berkedip melihat pemandangan di depanku.
Sepasang paha putih Teh Euis yang telanjang itu tampak mulus menggiurkan. Paha putih mulus itu masih terlihat kencang dan bulat padat. Tetapi yang membuat tubuhku menggigil hebat menahan birahi, ketika mataku menatap pangkal paha Teh Euis yang telanjang. Mataku melotot melihat kemontokan bukit kemaluan wanita berjilbab yang masih tertutup celana dalam itu. Celana dalam biru yang dipakai Teh Euis termasuk tipis untuk menyembunyikan gundukan kemaluan ibu muda ini sehingga mataku secara samar, mampu melihat bayangan bulu-bulu kemaluan dan belahan bibir kemaluan ibu muda berjilbab ini.
Tubuhku gemetar melihat keindahan yang luar biasa ini dan batang kemaluanku terasa kian keras.
“Ohh.. Teteh.. Ohhh” desisku gemetar dengan mulut ternganga melihat keindahan di depan mataku.
Terbayang kembali beberapa hari lalu, aku selalu melihat Teh Euis adalah seorang wanita berjilbab lebar dan berjubah panjang membuatnya terlihat begitu alim. Beberapa menit yang lalu sebelum pulas terpengaruh oleh minuman dariku, Teh Euis masih gugup dan terlihat malu ketika ujung jubahnya tersingkap yang hanya memperlihatkan separuh betisnya. Namun saat ini hampir tak kupercaya kalau aku telah melihat keindahan yang selama ini tersembunyi di balik jilbab lebar dan jubah panjang Teh Euis itu. Aku menelan ludah berkali-kali dengan birahi kian menggelegak melihat pemandangan di depanku. Seorang perempuan berparas cantik dengan jilbabnya yang lebar serta jubah biru bermotif bunga tergolek dengan sepasang buah dada yang menyembul telanjang dan bagian bawah jubahnya tersingkap hingga ke perut memperlihatkan kemulusan sepasang pahanya dan celana dalam yang dikenakannya. Tubuhku menggigil penuh birahi yang menggelegak melihat keindahan yang langka ini.
Teh Euis masih terlihat pulas dalam pengaruh obat tidur yang kucampurkan dalam minuman untuknya. Kedua mata di wajah cantiknya yang terbalut jilbab lebar putih masih tertutup dengan rapat, walaupun wanita berjilbab ini sempat merintih dan mengerang saat kurangsang sepasang payudara di dadanya. Berulang kali aku menelan ludah sementara penisku sudah mengeras oleh desakan birahi melihat keadaan Teh Euis saat ini. Ibu muda tetanggaku yang selama ini tak pernah kulihat kecuali wajah cantiknya dan telapak tangannya, saat ini kulihat setengah telanjang tergeletak di depanku.
Jilbab putih lebar yang beberapa menit lalu masih rapi menyembunyikan kemontokan dadanya, saat ini tersingkap ke atas dengan jubah yang terbuka pada bagian dadanya dan BH yang tersingkap, sehingga sepasang buah dada wanita berjilbab beranak dua yang selama ini tersembunyi, terpampang menggiurkan tanpa penutup.
Dengan birahi yang menggelegak, aku bergeser mendekati kaki Teh Euis yang terbuka itu. Aku melihat sepasang betis yang indah itu masih terbungkus kaus kaki warna krem yang cukup panjang hampir menutupi betisnya. Dengan sedikit gemetar, aku mengulurkan tanganku melepas sepasang kaus kaki warna krem itu dari kaki Teh Euis. Aku kembali menelan ludah melihat kemulusan betis Teh Euis yang kini telanjang di depanku. Aku sempat tersenyum teringat beberapa menit lalu, ketika Teh Euis gugup terlihat separuh betisnya olehku karena jubah yang dipakainya tersingkap. Namun setelah wanita berjilbab ini pulas dalam pengaruh obat tidurku, aku bukan hanya mampu melihat betisnya namun juga menjamahnya bahkan lebih.
Telapak kaki Teh Euis terlihat putih kemerahan, ketika tanganku meraihnya terasa halus di tanganku. Beberapa saat aku mengelusnya sebelum kemudian bibirku mulai menciumi telapak kaki yang bersih dan halus itu. Nafasku memburu kian cepat ketika dengan bernafsu aku menciumi dan menjilati telapak kaki wanita ini. Telapak kaki wanita berjilbab yang telanjang itupun terlihat berkilat oleh bekas jilatanku yang liar. Kemudian dengan penuh birahi, bibirku menyusuri kaki Teh Euis semakin ke atas. Aku menciumi dan menjilati sepasang betis wanita berjilbab ini yang tak pernah kulihat sebelumnya karena selalu tertutup oleh pakaian panjangnya. Betis putih mulus yang indah dan ditumbuhi rambut-rambut halus itu terasa hangat di bibirku dan lidahku yang menjilatinya. Libidoku kian menggelegak saat bibir dan lidahku menciumi serta menjilati betis indah Teh Euis yang tak pernah kulihat sebelumnya ini. Nafasku terengah-engah oleh desakan birahiku yang kian liar.
Saat bibir dan lidahku menciumi dan menjilati kemulusan betis Teh Euis, tanganku menyusuri kaki wanita berjilbab ini kian ke atas. Tanganku mengelus-elus paha mulus Teh Euis yang telanjang dan bulat padat ini. Begitu halus, lembut dan hangat kulit Teh Euis aku rasakan. Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aku merasakan kehangatan yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluanku menjadi kian menegang keras dan membuat celanaku terasa sesak dan ketat. Jantungku makin berdegup kencang ketika aku meneruskan belaian tanganku makin jauh ke arah pangkal kaki wanita berjilbab yang mulus. Kulit tanganku merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tanganku makin jauh menggerayangi pangkal kaki Teh Euis yang bak belalang itu. Gerakan tanganku terhenti ketika tanganku mulai menyentuh gundukan daging yang begitu lunak dan hangat, namun terasa masih terbungkus kain celana dalam.
Beberapa saat aku meraba-raba gundukan daging lunak hangat itu mengelus-elusnya, yang ternyata kembali membuat Teh Euis merintih dan mengerang oleh rabaanku pada gundukan di selangkangannya. Bahkan semakin lama aku semakin gemas, sehingga kemaluan montok wanita berjilbab yang masih terbungkus celana dalam itu bukan hanya aku elus-elus, namun tanganku lantas meremas-remasnya penuh nafsu.
Aku sempat melirik wajah Teh Euis yang masih terbalut jilbabnya, ketika wanita cantik ini merintih bahkan tubuhnya menggeliat. Aku hanya menyeringai ketika aku melihat wanita berjilbab ini tidak menunjukkan tanda-tanda sadar dari pengaruh obat tidurku. Akupun kembali menciumi dan menjilati kaki telanjang ibu muda berjilbab yang tak pernah kulihat mulusnya saat sebelumnya. Tanganku masih meremas-remas kemaluan montok di selangkangan Teh Euis ketika aku menciumi dan menjilati sepasang paha mulusnya.
Sepasang paha putih ibu muda berjilbab yang mulus itu terasa hangat di bibir dan lidahku membuatku semakin terangsang oleh birahi. Paha yang bulat indah dan ditumbuhi bulu-bulu halus itupun terlihat mengkilat oleh jilatan lidahku dan ciuman bibirku. Aku melihat Teh Euis masih merintih-rintih dan tubuhnya menggeliat-geliat, bahkan kian lama rintihan wanita berjilbab itu kian terdengar jalang membuatku kian bernafsu. Akhirnya ciuman dan jilatanku terhenti ketika bibirku telah merasakan lembab dan hangatnya pangkal paha Teh Euis. Aku menghentikan remasanku pada gundukan kemaluan Teh Euis yang masih tertutup celana dalam biru.
Celana dalam yang dipakai ibu muda ini terlihat kusut karena remasan jari-jariku yang liar dan bernafsu. Dengan birahi yang menggelagak tanganku kini menarik celana dalam krem yang menutupi bagian tubuh Teh Euis yang paling pribadi ini. Mataku seakan tak berkedip, ketika celana dalam yang dipakai Teh Euis aku tarik ke bawah. Bermula dari tersembulnya rambut kemaluan yang cukup lebat dan hitam itu, aku terus menarik turun celana dalam itu. Dan aku seakan terpukau ketika aku menarik celana dalam itu kian ke bawah, belahan kemaluan ibu muda yang kemerahan itu pun tersembul begitu menggiurkan.
Akhirnya sesaat kemudian bagian tubuh wanita berjilbab yang paling tersembunyi inipun terpampang tanpa penutup di depanku. Tubuhku mengigil oleh birahi melihat kemaluan telanjang Teh Euis di depanku ini. Terbayang kembali di benakku, akan sebuah hasrat yang menjadi angan-anganku selama ini untuk menyingkap jubah Teh Euis dan melihat keindahan di baliknya. Aku tak mengira bahwa keinginanku akan terwujud siang ini tanpa kesulitan sedikitpun.
Mataku lekat menatap kemaluan Teh Euis yang ditumbuhi rambut cukup lebat namun terlihat rapi. Dengan libido semakin menggelagak, aku membuka kedua paha wanita berjilbab ini lantas aku membenamkan kepalaku diantara kedua paha putih mulus itu. Bibirku segera menciumi kemaluan wanita berjilbab yang ditumbuhi rambut cukup lebat itu. Nafasku terengah-engah diantara kedua paha mulus Teh Euis. Bibirku dengan bernafsu menciumi permukaan kemaluan ibu muda ini dengan liar. Teh Euis makin jalang merintih dan mengerang, tubuhnya menggeliat menahan rangsangan birahi di bagian tubuhnya yang paling rahasia itu. Lidahkupun bergantian menjilati permukaan kemaluan wanita berjilbab ini sehingga rambut kemaluan Teh Euis terlihat basah.
Sambil membelai-belai rambut dan menjilati yang mengitari kemaluan Teh Euis, Aku menghirup-hirup aroma harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan wanita berjilbab ini, lantas aku pun meneruskan dengan jilatan ke seluruh sudut selangkangan Teh Euis.
Sehingga kini kemaluan wanita berjilbab di depanku basah oleh air liurku. Tangankupun membuka bibir kemaluan Teh Euis lantas aku julurkan lidahku ke arah klitoris dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahku. Teh Euis yang masih belum tersadar dari pengaruh obat tidurku makin jalang merintih dan tubuhnya makin kerap menggelinjang, ketika bagian kewanitaan yang paling sensitif ini aku jilati.
Aku merasakan ada pijitan-pijitan lembut dari lubang vagina Teh Euis yang membuat lidahku seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak lengket yang terasa asin di lidahku. Teh Euis kini makin keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya.
Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluannya aku ciumi dan aku jilati. Pinggulnya mulai menggelinjang dan kakinya ikut menggeliat.
Melihat tingkah Teh Euis yang begitu merangsang menggairahkan, aku tak mampu menahan gelegak birahiku. Aku segera menurunkan celana training beserta celana dalamku, sehingga mencuatlah batang penisku yang besar dan panjang serta tegak mengeras kemerahan. Perlahan-lahan kedua kaki Teh Euis kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Kedua lututku melebar di samping pinggul wanita berjilbab ini lantas tangan kananku menekan pada karpet, tepat disamping tangan Teh Euis, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas wanita ini. Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan Teh Euis yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan wanita berjilbab tetanggaku ini.
Terdengar suara erangan perlahan dari mulut Teh Euis dan badannya agak mengeliat, tapi matanya masih tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan ibu muda berjilbab yang cantik ini. Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan Teh Euis. Dari mulut wanita berjilbab ini tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah, agaknya Teh Euis mulai sadar. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum Teh Euis sadar, aku sudah harus memasukkan penisku ke dalam kemaluan ibu muda tetanggaku ini.
Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan wanita berjilbab ini.
Kelihatan sejenak kedua paha Teh Euis bergerak melebar, seakan-akan tak mampu menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluannya. Badannya tiba-tiba mulai bergetar menggeliat dan lantas kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan dia siap untuk berteriak. Dengan cepat aku memagut bibir Teh Euis untuk mendekap mulutnya agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pinggulku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan Teh Euis dengan cepat.
Badan Teh Euis tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya terlihat refleks mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan bibirku yang melumat mulutnya.
“Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas.
Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat dan meronta-ronta, kelihatan Teh Euis sangat kaget luar biasa melihatku tengah menindihnya. Meskipun Teh Euis meronta-ronta hebat, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan wanita berjilbab ini dengan kedua kakinya yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina Teh Euis terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina ibu muda ini.
Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan. Cukup lama wanita berjilbab ini meronta-ronta hebat sebelum akhirnya rontaan Teh Euis ini mulai melemah. Nafasnya memburu dengan mata yang menyorot tajam ke arahku penuh kemarahan dan kebencian. Wajah yang masih terbalut jilbab putih lebarnya itu kini merah padam, namun kemudian mata yang menyorot tajam itu terpejam, bahkan air matapun mengalir deras dari kedua matanya membasahi jilbab putih yang masih membalut wajahnya. Aku tidak mempedulikan semua itu bahkan aku justru mulai menggerakan penisku yang terjepit dalam kemaluan Teh Euis. Aku terus menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di dalam liang kemaluan ibu muda yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti mau melumat kemaluanku. Rasanya nikmat luar biasa. Sembari terus menggerakan penisku naik turun, tanganku kembali menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Tanganku meremas perlahan, sambil sesekali dipijit-pijitnya bagian puting susu yang sudah mencuat ke atas.
Beberapa menit kemudian aku melihat kian lama air mata dari mata Teh Euis yang terpejam mulai menyusut bahkan kembali aku merasakan, wanita berjilbab ini mulai kembali terengah seperti sebelum tersadar dari pengaruh obat tidurku.
Dengan dada berdebaran melihat perubahan pada Teh Euis, aku melepaskan lumatan bibirku pada mulutnya dan aku nyaris terpekik, ketika aku melepaskan bibirku dari mulut Teh Euis. Ternyata mulut Teh Euis tengah merintih dan mengerang, membuatku kian liar menggerakan penisku naik turun pada kemaluan ibu muda ini. Seakan aku baru menyadari kalau wanita cukup lama ditinggal suaminya mencari nafkah ke luar negeri, sehingga walaupun mungkin hatinya menolak perlakuanku, namun tubuhnya tidak bisa menyembunyikan kenikmatan yang didapatnya. Bahkan semakin lama aku merasakan pinggul Teh Euis ikut bergoyang mengikuti gerakan penisku yang naik turun dalam jepitan kemaluannya. Semakin lama rintihan Teh Euis kian jalang dan tubuhnyapun menggelinjang merasakan nikmat yang lama tak didapatinya walaupun matanya masih terpejam. Dan akupun merasakan semakin nikmat luar biasa yang memelintir penisku dalam vagina ibu muda berjilbab ini.
Cukup lama tubuhku naik turun menyetubuhi ibu muda berjilbab tetanggaku ini. Nafasku terengah disertai desahan kenikmatan di atas tubuh Teh Euis yang juga merintih dan menggelinjang dengan jalang. Semakin lama aku semakin merasakan nikmat pada penisku sehingga beberapa menit kemudian aku merasakan hendak sampai ke puncak kenikmatanku. Dengan sepenuh tenaga aku menekan pinggulku kuat-kuat sehingga ujung penisku menyentuh dasar kemaluan Teh Euis lalu dengan geram yang cukup keras aku menuntaskan kenikmatan luar biasa yang kurasakan saat penisku memuntahkan cairan hangat cukup banyak dalam liang kemaluan Teh Euis.
Aku menggeram penuh kenikmatan “Ahhhhh.. Teteh Euiiiiiisss.. Ahhhhhh.. Enaaakk.” desahku sambil memeluk Teh Euis erat-erat.
Beberapa saat aku menikmati orgasmeku sebelum akhirnya aku lunglai di atas tubuh wanita berjilbab ini. Nafasku terengah-engah letih namun aku merasakan kenikmatan yang luar biasa yang sulit terlukiskan.
Baru sekejap aku lunglai, aku tersentak ketika aku merasakan tubuh Teh Euis bergetar hebat, lantas tanpa aku duga tangannya memelukku kuat-kuat dan kedua pahanya melingkar memeluk pinggangku dengan ketat. Wanita berjilbab ini memiawik kenikmatan ketika kurasakan penisku yang masih terjepit dalam kemaluannya terasa tersedot-sedot sebelum akhirnya terguyur cairan hangat yang membasahi batang penisku.
“Ahhh.. sssahhhh… enaaaaak… ahhhhhhh” pekik Teh Euis yang masih berbalut jilbab putih sambil memelukku tubuhku kuat-kuat.
Rupanya wanita berjilbab ini telah sampai pada puncak kenikmatannya. Beberapa saat aku merasakan ibu muda berjilbab ini dalam orgasme hingga akhirnya kedua tangannya yang semula memelukku terkulai lemas dan kedua kakinya yang semula menjepit pinggangku kembali tergolek lemas. Aku pun segera mencabut kemaluanku dan terlentang di sebelah Teh Euis yang terpejam kenikmatan.
Beberapa saat suasana sunyi, hanya terdengar nafasku dan nafas Teh Euis yang berangsur normal. Namun beberapa saat kemudian aku dikagetkan oleh Teh Euis yang tiba-tiba menjerit histeris. Aku tergagap bangun dan kulihat wanita berjilbab ini duduk dengan menatapku penuh kebencian dan kemarahan, bibirnya terlihat gemetar dengan wajah yang merah padam. Tubuhnya pun terlihat menggigil hebat dengan nafas yang memburu.
“Kenapa Teteh? Bukankah Teh Euis juga ikut menikmati??” ujarku sambil tersenyum penuh arti kepada wanita tetanggaku ini
“Tidaaaaaaaaaaaak..!!!!!!!!” pekik Teh Euis membuatku kaget.
Tapi belum sempat aku berkata kembali, tiba-tiba Teh Euis telah bangkit lantas membenahi jilbab dan pakaiannya dengan tergesa-gesa. Aku hanya mampu memandangnya ketika wanita berjilbab ini kemudian berlari keluar dari rumahku. Wajah cantiknya terlihat merah padam, dan aku lihat air mata mengalir menyusuri pipinya.
Beberapa saat aku termangu-mangu memandang kibaran jilbab putih yang lebar yang dipakai Teh Euis, saat ibu muda ini berlari keluar dari rumahku menuju rumahnya. Setelah wanita berjilbab itu hilang dari pandanganku aku menyeringai puas..
“Ternyata aku tak hanya mampu melihat keindahan tubuh yang selalu tertutup jilbab dan pakaian panjang itu, bahkan aku juga mampu menikmatinya hehehehe..” bisikku sambil terkekeh.
Aku masih tenggelam dalam lamunanku ketika akhirnya aku dikagetkan suara Faiz yang rupanya bangun dari tidurnya di kamarku.
“Oom, Faiz mau pulang ” katanya.
Aku tersenyum memandang anak sulung Teh Euis ini.
“Ya hati-hati yah.. salam buat ibumu.. “ kataku pada Faiz
ibumu memang cantik, mulus, sintal, dan hebat luar biasa, cah bagus….. hehehehehehe!!” lanjutku dalam hati
Load disqus comments

0 komentar